Colokan pada Bus Listrik: Terungkap! 3 Jenis Berbeda yang Jarang Diketahui

Pesatnya adopsi bus listrik di berbagai kota besar dunia, termasuk Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, menjadi sinyal positif bagi era transportasi publik yang lebih ramah lingkungan. Namun, di balik bodinya yang senyap dan modern, terdapat salah satu komponen paling krusial yang sering luput dari perhatian: sistem pengisian dayanya atau colokan pada bus listrik.

Banyak yang membayangkan prosesnya sesederhana mencolokkan kabel raksasa. Kenyataannya, teknologi colokan pada bus listrik jauh lebih beragam dan canggih dari yang dibayangkan. Sistem ini dirancang spesifik untuk kebutuhan operasional yang menuntut efisiensi dan kecepatan tinggi.

Artikel ini akan mengungkap 3 jenis teknologi colokan pada bus listrik yang jarang diketahui publik, dari standar global yang tersembunyi hingga inovasi masa depan.

3 Jenis Colokan/Sistem Pengisian yang Jarang Diketahui

Setiap sistem pengisian daya memiliki karakteristik dan tujuan penggunaan yang unik, disesuaikan dengan rute, jadwal, dan kapasitas operasional armada bus.

Wajib baca: 5 Bukti Hebat Bus Listrik Besar Atasi Polusi

Tipe 1: Sistem Plug-in Konvensional (Standar Global yang Tersembunyi)

Ini adalah metode yang paling umum kita temui dan secara visual mirip dengan pengisian daya mobil listrik. Namun, di balik bentuknya yang familiar, spesifikasi teknisnya berada di level yang jauh lebih tinggi. Standar de facto yang kini banyak diadopsi di Eropa dan juga Indonesia adalah Combined Charging System (CCS) Tipe 2.

Keunggulan utama colokan pada bus listrik dengan standar CCS2 adalah kemampuannya menyalurkan arus searah (DC) dalam skema fast charging dengan daya masif, berkisar antara 150 kW hingga 350 kW. Sebagai perbandingan, fast charging pada mobil listrik umumnya berada di angka 50 kW hingga 150 kW. Daya sebesar ini memungkinkan baterai bus berkapasitas ratusan kWh terisi dalam waktu yang relatif singkat, biasanya dilakukan di depo pada malam hari. Penggunaan standar global seperti CCS2 sangat penting untuk memastikan interoperabilitas, artinya bus dari berbagai merek dapat menggunakan infrastruktur stasiun pengisian yang sama.

Tipe 2: Pantograf (Pengisian Cepat di Halte dan Depo)

Pernah melihat lengan robotik yang terhubung ke atap bus? Itulah pantograf, sebuah metode pengisian daya ultra-cepat yang dikenal sebagai opportunity charging atau pengisian daya saat ada kesempatan. Sistem ini memungkinkan bus mengisi ulang sebagian daya baterainya di sela-sela waktu operasional, seperti saat berhenti di halte atau terminal.

Terdapat dua jenis utama sistem pantograf:

  • Pantograf Atas (Top-Down): Infrastruktur pengisian daya (lengan pantograf) turun dari sebuah tiang atau struktur di atas halte dan terhubung ke rel kontak di atap bus.
  • Pantograf Bawah (Bottom-Up): Sebaliknya, lengan pantograf justru naik dari atap bus untuk menyentuh titik kontak yang ada pada infrastruktur di atasnya.

Kekuatan utama pantograf adalah dayanya yang luar biasa tinggi, seringkali mencapai 450 kW hingga 600 kW. Dengan daya sebesar ini, pengisian daya yang signifikan dapat tercapai hanya dalam 5-10 menit. Ini menjadikannya solusi ideal untuk rute-rute super sibuk yang menuntut bus beroperasi hampir tanpa henti sepanjang hari.

Tipe 3: Pengisian Nirkabel (Inductive Charging di Permukaan Jalan)

Inilah teknologi masa depan yang sudah mulai diuji coba di beberapa negara maju. Pengisian nirkabel atau inductive charging menghilangkan kebutuhan akan kabel, colokan, ataupun kontak fisik sama sekali. Prosesnya terjadi melalui induksi elektromagnetik.

Cara kerjanya secara sederhana adalah dengan menanam pad atau koil pemancar di bawah permukaan aspal, biasanya di lokasi pemberhentian bus seperti halte. Sementara itu, koil penerima dipasang di bawah sasis bus. Ketika bus berhenti tepat di atas pad tersebut, transfer energi listrik terjadi secara nirkabel untuk mengisi baterai. Keunggulannya jelas: lebih estetis karena tidak ada tiang atau kabel, lebih tahan terhadap cuaca ekstrem dan vandalisme, serta prosesnya berjalan sepenuhnya otomatis. Namun, tantangannya saat ini adalah efisiensi transfer daya yang sedikit lebih rendah dibandingkan metode kontak fisik dan biaya implementasi awal yang masih sangat tinggi.

Tabel Perbandingan

Untuk memudahkan pemahaman, berikut adalah perbandingan ringkas dari ketiga sistem pengisian daya tersebut.

Parameter Sistem Plug-in (CCS2) Sistem Pantograf Sistem Nirkabel (Inductive)
Kecepatan Pengisian (kW) 150 – 350 kW 450 – 600 kW 50 – 200 kW
Waktu Pengisian Tipikal 2 – 4 jam (penuh) 5 – 10 menit (parsial) 10 – 20 menit (parsial)
Lokasi Implementasi Depo (pengisian semalam) Halte, Terminal, Depo Halte, Depo, Lampu Merah
Kelebihan Utama Standar global, Fleksibel Sangat cepat, Ideal rute padat Otomatis, Estetis, Tahan cuaca
Kekurangan/Tantangan Membutuhkan waktu henti lama Biaya infrastruktur tinggi Efisiensi rendah, Biaya awal mahal

Baca juga: 3 Cara Mudah Mendapatkan Insentif PPN 0%

Kesimpulan

Pada akhirnya, istilah colokan pada bus listrik ternyata merujuk pada spektrum teknologi yang luas, bukan hanya satu jenis perangkat. Setiap sistem dirancang secara cermat untuk menjawab kebutuhan operasional yang berbeda-beda, menunjukkan betapa kompleks dan majunya ekosistem kendaraan listrik saat ini.

Mulai dari sistem plug-in CCS2 yang menjamin fleksibilitas dan standardisasi, pantograf yang menjadi tulang punggung efisiensi di rute padat, hingga teknologi nirkabel sebagai visi masa depan transportasi yang mulus. Dengan dukungan infrastruktur pengisian daya yang semakin canggih dan beragam ini, masa depan transportasi publik yang lebih hijau, efisien, dan andal di Indonesia tampak semakin cerah.

Tertarik melihat bagaimana produk kami bisa membantu bisnis Anda? Lihat detail produk kami di e-Katalog Inaproc Mulia Berkahtama Abadi